Tuesday 12 March 2013

Sedikit bercerita tentang daerah ini (Bukittinggi)


Jam Gadang tempo dulu (dok. google)


13134907951235559109
Bukittinggi sendiri memegang peranan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Mungkin kita hanya tahu adalah bagaimana kota ini dijadikan ibukota Pemerintahan Darurat Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949 setelah ibukota RI, Yogyakarta, jatuh ke tangan Belanda.


Padahal jauh sebelum Bukittinggi menjadi ibukota PDRI, kota ini sudah menjadi pusat pemerintahan, baik di jaman Hindia Belanda ataupun masa penjajahan Jepang. Pada tahun 1847, Hindia Belanda menjadikan kota yang berawal dari sebuah pasar atau pakan yang dikelola para panghulu kaum Kurai ini sebagai ibukota Afdeeling Padangsche Bovenladen dan juga Onderafdeeling Oud Agam. Kota yang kemudian berkembang pesat ini, memperoleh nama Bukitting karena pasar atau pakan yang terletak di bukit yang tertinggi. Dan lambat laun menjadi bukik tinggi atau Bukittinggi. Sedangkan hari pakan Rabu dan Sabtu masih tetap berlangsung sampai hari ini.

Benteng Fort De Kock tempo lalu (dok. google)


Kota ini tidak dapat dilepaskan dengan benteng Fort de Kock, sebagai salah satu icon masa pendudukan Hindia Belanda. Adapun pendirian benteng ini erat hubungannya dengan para panghulu kaum Kurai yang memberikan sebidang tanah kepada Belanda. Pemberian ini bertujuan untuk bekerjasama dalam melawan kaum Paderi. Tanah pemberian ini kemudian dijadikan tempat berdirinya Benteng Fort De Kock pada tahun 1926 oleh Kapten Bauer dan namanya mengambil nama Baron Hendrik Merkus de Kock, yang merupakan salah seorang pimpinan Hindia Belanda pada masa itu. Namun, tidak dinyana, kemenangan Belanda atas kaum Paderi juga menjadi pintu untuk menguasai Ranah Minang dengan melebarkan kekuasaannya kesegala penjuru.
13134919081457969440Memasuki masa pendudukan Jepang, kembali kota ini dijadikan sebagai pusat pemerintahan Sumatera. Bahkan sebagian sumber mengatakan Bukittinggi merupakan pusat pemerintahan hingga ke Singapura dan Thailand. Pada masa ini, tentara pendudukan Jepang membawa rakyat Indonesia dari luar Sumatera untuk bekerja sebagai romusha dalam menggali sebuah lubang yang berfungsi sebagai bunker. Lubang ini yang kemudian dikenal dengan Lubang Jepang, diperkirakan memiliki panjang 1400 meter dengan diameter 2 meter.
131349204111055267

Namun, banyak sekali bagian-bagian yang tertimbun dan tidak bisa dilewati. Pemerintah kota sendiri sudah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi atas peninggalan Jepang ini yang juga menjadi saksi sejarah hilangnya ribuan nyawa anak bangsa.Menuju kedalaman Lubang Jepang (dok. pribadi) Sebelum menjadi ibukota PDRI, sebenarnya Bukittinggi pernah menjadi pusat perjuangan perang kemerdekaan di Sumatera yang dipimping oleh Bung Hatta (29 Juli 1947 – 17 Januari 1948). Barulah setelah kedua tokoh proklamasi, Soekarno-Hatta, ditangkap dan Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, Mr. Syafruddin Prawiranegara, diangkat menjadi ad interim ketua PDRI. Dan dari kota inilah Republik Indonesia dipimpin untuk melawan agresi militer Belanda.

Lapangan Kantin tempo dulu (dok. google)

13134922791507977021
Pada masa itu juga Bung Hatta menghimpun sumbangan di lapangan Kantin, Bukittinggi dan terkumpullah sumbangan berupa perhiasan perak dan emas dari masyarakat Minang, terutama kaum perempuan . Gerakan menyumbang inipun dilakukan diberbagai daerah, seperti Padang Panjang dan Agam dan bertujuan untuk membeli sebuah pesawat yang akan membantu perjuangan melawan agresi militer Belanda. Akhirnya, sebuah pesawat jenis Dakota, Avro Anson-003 dibeli dengan sumbangan tersebut yang kemudian diterbangkan dari Lanud Maguwo, Yogyakarta ke Lanud Gadut, Agam. Namun dalam sebuah misinya membeli senjata ke Thailand (saat itu bernama Siam), RI-003 jatuh di perairan dekat Tanjung Hantu, Selat Malaka dan menewaskan dua orang pahlawan, Halim Perdanakusuma dan Iswahyudi.

1313492376882091158
Monumen Avro Anson-003 (dok. google) Masih banyak sekali cerita bersejarah republik ini yang terjadi di kota Bukittinggi yang lambat laun mulai terlupakan karena (mungkin) hanya dipelajari di bangku sekolah. Walaupun banyak monumen yang menandakan peristiwa tersebut, namun kota ini lebih dikenal sebagai surga belanja. Saya merasa bersyukur dengan menemani teman saya berkeliling, kembali mengingatkan akan kontribusi kota ini bagi perjalanan sejarah perjuangan bangsa ini. Jika teman saya saja yang bukan orang Indonesia menyatakan salute-nya atas perjuangan bangsa ini, kenaapa kita tidak? Mudah-mudahan momen  17 Agustus ini bisa mengajak kembali kita untuk menghargai sejarah dan belajar dari sejarah.

sumber : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/08/16/bukittinggi-kota-saksi-sejarah-perjalanan-bangsa-387281.html

No comments:

Post a Comment

Get In Touch